Tidak, Setiap Waktu

Rizal Surur
2 min readJul 17, 2022
Al Pacino on the set of Serpico (1973)
Al Pacino on the set of Serpico (1973) [Link]

mungkin sudah terlambat jika, aku memanggilnya sore. karena lampu taman telah menguning rupanya. hanya angin dan bangku taman, yang sedikit ramai dengan dedaunan dan rintik gerimis. diantara itu, kita bersampingan duduk berdua

bersama bibirmu yang tersenyum dan bercerita tentang bagaimana kamu mengunjungiku, bahagia katamu. dan kedua mata belo dengan bayangan itu, seperti ingin diam. “kamu tahu apa itu Kintsugi?” lirih nada bisik itu.

serta sepasang mereka yang lalu di depan kita, seperti tidak asing rasanya, namun aku memilih untuk terdiam.

“orang Jepang tuh, kenapa ya? suka menggabungkan pecahan tembikar dengan lapisan emas” lanjutmu yang lalu hening kembali.

belum sepatah kata ku jawab pertanyaanmu tadi, “dia bilang kalo mau menjadikanku Kintsugi”

aku hanya tertegun, menggenggam tanganmu yang telah gemetar lirih dan dingin di sampingku. bahu kita berdekatan, ingin memeluk, tapi tak mampu. aku hanya memandangi bekas luka itu, dan sejenak mata kita bertemu

hening kembali, “apakah dia melukaimu? apakah masih sakit? what are you feeling?” maaf, aku menghujanimu dengan pertanyaan bodoh ini

sejenak tanpa sengaja kau rasa masa lalu itu berlinang di antara kita. aku hanya mampu menyeka apa yang tertetes di luar, sementara seperti. masih mengalir deras sakit dalam hatimu, yang kau pun tak tahu mengapa masih terasa.

“dia bilang, akan memecahkanku, dan melapisiku kembali dengan emas, sehingga aku lebih berharga” jawabmu memecah senyap kita

rona merah langit telah memudar, hanya tersisa kita, dan ranah yang sepi. sepertinya pelukan ini akan mengantarkanmu pulang, “syukur kau telah terbebas darinya” bisu ku dalam hati

aku hanya mampu menenangkanmu, untuk sementara, setapak jalan dan simpangan pun berlalu, “terima kasih ya” kau pun berlalu

semoga kau aman di sana, maaf jika kebisuan ini belum mampu aku hentikan, tidak setiap waktu akan cutel seperti ini.

dari jauh, bangku kosong itu tempo hari kupandangi tanpa jemu, mencuri waktu, mencarimu diantara dedaunan yang luruh, tak kusangka yang kutemukan justru pelanggan baru yang sedang menemani bangku kita

--

--